Header Ads

anigif
Breaking News
recent

Goyangan Terlarang Dengan Majikan Horny

Goyangan Terlarang Dengan Majikan Horny
Goyangan Terlarang Dengan Majikan Horny
Asikqq - Kisahku mungkin biasa saja, yakni tentang pembantu rumah tangga yg diperkosa majikannya. Memang tdk ada yg istimewa kalau cuma kejadian semacam itu, namun yg membuat kisahku unik adalah karena aku tdk hanya diperkosa majikanku sekali. Namun, setiap kali ganti majikan hingga 4 kali aku selalu mengalami perkosaan. Baik itu perkosaan kasar maupun halus. Aku akan menceritakan kisahku itu setiap majikan dlm satu cerita.

Begini kisahku dgn majikan pertama yg kubaca lowongannya di koran. Dia mencari prt utk mengurus rumah kontrakannya karena ia sibuk bekerja. Aku wajib membersihkan rumah, memasak, mencuci, belanja dll, pokoknya seluruh pekerjaan rumah tangga. Untungnya aku menguasai semuanya sehingga tdk menyulitkan. Apalagi gajinya lumayan besar plus aku bebas makan, minum serta berobat kalau sakit.

Manajer sekitar 36 tahunan itu bernama Pak Chandra, asal Medan dan sedang ditugasi di kotaku membangun suatu pabrik. Mungkin sekitar 2 tahun baru proyek itu selesai dan selama itu ia mendapat fasilitas rumah kontrakan. Ia sendirian. Istri dan anaknya tak dibawa serta karena takut mengganggu sekolahnya kalau berpindah-pindah.

Sebagai wanita Jawa berusia 25 tahun mula-mula aku agak takut menghadapi kekasaran orang etnis itu, namun setelah beberapa minggu akupun terbiasa dgn logat kerasnya. Pertama dulu memang kukira ia marah, namun sekarang aku tahu bahwa kalau ia bersuara keras memang sudah pembawaan. Kadang ia bekerja sampai malam. Sedangkan kebiasaanku setiap petang adalah menunggunya setelah menyiapkan makan malam. Sambil menunggu, aku nonton TV di ruang tengah, sambil duduk di hamparan permadani lebar di situ. Begitu suara mobilnya terdengar, aku bergegas membuka pintu pagar dan garasi dan menutupnya lagi setelah ia masuk.

“Tolong siapkan air panas, Silvia,” suruhnya suatu petang,
“Aku kurang enak badan.” Akupun bergegas menjerang air dan menyiapkan bak kecil di kamar mandi di kamarnya.

Kulihat ia menjatuhkan diri di kasurnya tanpa melepas sepatunya. Setelah mengisi bak air dgn air secukupnya aku berbalik keluar. Tp melihat Pak Chandra masih tiduran tanpa melepas sepatu, akupun berinisiatif.

“Sepatunya dilepas ya, pak,” kataku sambil menjangkau sepatunya.
“Heeh,” sahutnya mengiyakan. Kulepas sepatu dan kaos kakinya lalu kuletakkan di bawah ranjang.
“Tubuh bapak panas sekali ya?” tanyaku karena merasakan hawa panas keluar dari tubuhnya.
“Bapak masuk angin, mau sy keroki?” tawarku sebagaimana aku sering lakukan di dlm keluargaku bila ada yg masuk angin.
“Keroki bagaimana, Silvia?” Baru kuingat bahwa ia bukan orang Jawa dan tdk tahu apa itu kerokan. Maka sebisa mungkin kujelaskan.

“Coba saja, tp kalau sakit aku tak mau,” katanya. Aku menyiapkan peralatan lalu menuangkan air panas ke bak mandi.
“Sekarang bapak cuci muka saja dgn air hangat, tdk usah mandi,” saranku.

Dan ia menurut. Kusiapkan handuk dan pakaiannya. Sementara ia di kamar mandi aku menata kasurnya utk kerokan. Tak lama ia keluar kamar mandi tanpa baju dan hanya membalutkan handuknya di bagian bawah. Aku agak jengah. Sambil membaringkan diri di ranjang ia menyuruhku,

“Tolong kau ambil handuk kecil lalu basahi dan seka badanku yg berkeringat ini.” Aku menurut.

Kuambil washlap lalu kucelup ke sisa air hangat di kamar mandi, kemudian seperti memandikan bayi dadanya yg berbulu lebat kuseka, termasuk ketiak dan punggungnya sekalian.

“Bapak mau makan dulu?” tanyaku.
“Tak usahlah. Kepala pusing gini mana ada nafsu makan?” jawabnya dgn logat daerah, “Cepat kerokin aja, lalu aku mau tidur.”

Maka ia kusuruh tengkurap lalu mulai kuborehi punggungnya dgn minyak kelapa campur minyak kayu putih. Dgn hati-hati kukerok dgn uang logam lima puluhan yg halus. Punggung itu terasa keras. Aku berusaha agar ia tdk merasa sakit. Sebentar saja warna merah sudah menggarisi punggungnya. Dua garis merah di tengah dan lainnya di sisi kanan.

“Kalau susah dari samping, kau naik sajalah ke atas ranjang, Silvia,” katanya mengetahui posisiku mengerokku kurang enak. Ia lalu menggeser ke tengah ranjang.

“Maaf, pak,” akupun memberanikan diri naik ke ranjang, bersedeku di samping kanannya lalu berpindah ke kirinya setelah bagian kanan selesai.

“Sekarang dadanya, pak,” kataku.

Lalu ia berguling membalik, entah sengaja entah tdk handuk yg membalut pahanya ternyata sudah kendor dan ketika ia membalik handuk itu terlepas, kontan nampaklah k0ntolnya yg cukup besar. Aku jadi tergagap malu.

“Ups, maaf Silvia,” katanya sambil membetulkan handuk menutupi kemaluannya itu.
Sekedar ditutupkan saja, tdk diikat ke belakang. Sebagian pahanya yg berbulu nampak kekar.
“Eh, kamu belum pernah lihat barangnya laki-laki, Silvia?”

“Bbb..belum, pak,” jawabku. Selama ini aku baru melihat punya adikku yg masih SD.
“Nanti kalau sudah kawin kamu pasti terbiasalah he he he..” guraunya.

Aku tersipu malu sambil melanjutkan kerokanku di dadanya. Bulu-bulu dada yg tersentuh tanganku membuatku agak kikuk. Apalagi sekilas nampak Pak S malah menatap wajahku.

“Biasanya orang desa seusia kau sudah kawinlah. Kenapa kau belum?”
“Sy pingin kerja dulu, pak.”

“Kau tak ingin kawin?”
“Ingin sih pak, tp nanti saja.”

“Kawin itu enak kali, Silvia, ha ha ha.. Tak mau coba? Ha ha ha..” Wajahku pasti merah panas.
“Sudah selesai, pak,” kataku menyelesaikan kerokan terakhir di dadanya.
“Sabar dululah, Silvia. Jangan buru-buru. Kerokanmu enak kali. Tolong kau ambil minyak gosok di mejaku itu lalu gosokin dadaku biar hangat,” pintanya.

Aku menurut. Kuambil minyak gosok di meja lalu kembali naik ke ranjang memborehi dadanya.

“Perutnya juga, Silvia,” pintanya lagi sambil sedikit memerosotkan handuk di bagian perutnya.

Pelan kuborehkan minyak ke perutnya yg agak buncit itu. Handuknya nampak bergerak-gerak oleh benda di bawahnya, cerpensex.com dan dari sela-selanya kulihat rambut-rambut hitam. Aku tak berani membayangkan benda di bawah handuk itu. Namun bayangan itu segera jadi kenyataan ketika tangan Pak S menangkap tanganku sambil berbisik,

“Terus gosok sampai bawah, Silvia,” dan menggeserkan tanganku terus ke bawah sampai handuknya ikut terdorong ke bawah.

Nampaklah rambut-rambut hitam lebat itu, lalu.. tanganku dipaksa berhenti ketika mencapai zakarnya yg menegang.

“Jangan, pak,” tolakku halus.
“Tak apa, Silvia. Kau hanya mengocok-ngocok saja..” Ia menggenggamkan k0ntolnya ke tanganku dan menggerak-gerakkannya naik turun, seperti mengajarku bagaimana mengonaninya.
“Jangan, pak.. jangan..” protesku lemah. Tp aku tak bisa beranjak dan hanya menuruti perlakuannya.

Sampai aku mulai mahir mengocok sendiri.

“Na, gitu terus. Aku sudah lama tak ketemu Istriku, Silvia. Sudah tak tahan mau dikeluarin.. Kau harus bantu aku..

Kalau onani sendiri aku sudah sulit, Silvia. Harus ada orang lain yg mengonani aku.. Tolong Silvia, ya?” pintanya dgn halus. Aku jadi serba salah.

Tp tanganku yg menggenggam terus kugerakkan naik turun. Sekarang tangannya sudah berada di sisi kanan-kiri tubuhnya. Ia menikmati kocokanku sambil merem melek.

Goyangan Terlarang Dengan Majikan Horny


“Oh. Silvia, nikmat kali kocokanmu.. Iya, pelan-pelan aja Silvia. Tak perlu tergesa-gesa.. oohh.. ugh..” Tiba-tiba tangan kanannya sudah menjangkau tetekku dan meremasnya. Aku kaget,
“Jangan pak!” sambil berkelit dan menghentikan kocokan.
“Maaf, Silvia. Aku benar-benar tak tahan. Biasanya aku langsung peluk Istriku. Maaf ya Silvia.

Sekarang kau kocoklah lagi, aku tak nakal lagi..” Sambil tangannya membimbing tanganku kembali ke arah zakarnya. Aku beringsut mendekat kembali sambil takut-takut. Tp ternyata ia memegang perkataannya. Tangannya tak nakal lagi dan hanya menikmati kocokanku. Sampai pegal hampir 1/2 jam aku mengocok namun ia tak mau berhenti juga.

“Sudah ya, pak,” pintaku.
“Jangan dulu, Silvia. Nantilah sampai keluar..”
“Keluar apanya, pak?” tanyaku polos.
“Masak kau belum tahu? Keluar spermanyalah.. Paling nggak lama lagi.. Tolong ya, Silvia, biar aku cepat sehat lagi.. Besok kau boleh libur sehari dah..”

Ingin tahu bagaimana spermanya keluar, aku mengocoknya lebih deras lagi. Zakarnya semakin tegang dan merah berurat di sekelilingnya. Genggaman tanganku hampir tak muat. 15 menit kemudian.

“Ugh, lihat Silvia, sudah mau keluar. Terus kocok, teruuss.. Ugh..” Tiba-tiba tubuhnya bergetar-getar dan.. jruutt.. jruutt.. crutt.. crutt.. cairan putih Istri kental muncrat dari ujung zakarnya ke atas sperti air muncrat.

Aku mengocoknya terus karena zakar itu masih terus memuntahkan spermanya beberapa kali. Tanganku yg kena sperma tak kupedulikan. Aku ingin melihat bagaimana pria waktu keluar sperma. Setelah spermanya berhenti dan dia nampak loyo, aku segera ke kamar mandi mencuci tangan.

“Tolong cucikan burungku sekalian, Silvia, pake washlap tadi..” katanya padaku.

Lagi-lagi aku menurut. Kulap dgn air hangat zakar yg sudah tak tegang lagi itu serta sekitar selangkangannya yg basah kena sperma..

“Sudah ya pak. Sekarang bapak tidur saja, biar sehat,” kataku sambil menyelimuti tubuh telanjangnya.

Ia tak menjawab hanya memejamkan matanya dan sebentar kemudian dengkur halusnya terdengar. Perlahan kutinggalkan kamarnya setelah mematikan lampu. Malam itu aku jadi sulit tidur ingat pengalaman mengonani Pak S tadi. Ini benar-benar pengalaman pertamaku. Untung ia tdk memperkosaku, pikirku.

Namun hari-hari berikut, kegiatan tadi jadi semacam acara rutin kami. Paling tdk seminggu dua kali pasti terjadi aku disuruh mengocoknya. Lama-lama akupun jadi terbiasa. Toh selama ini tak pernah terjadi perkosaan atas memekku. Namun yg terjadi kemudian malah perkosaan atas mulutku. Ya, setelah tanganku tak lagi memuaskan, Pak S mulai memintaku mengonani dgn mulutku. Mula-mula aku jelas menolak karena jijik. Tp ia setengah memaksa dgn menjambak rambutku dan mengarahkan mulutku ke k0ntolnya.

“Cobalah, Silvia. Tak apa-apa.. Jilat-jilat aja dulu. Sudah itu baru kamu mulai kulum lalu isep-isep. Kalau sudah terbiasa baru keluar masukkan di mulutmu sampai spermanya keluar. Nanti aku bilang kalau mau keluar..” Awalnya memang ia menepati, setiap hendak keluar ia ngomong lalu cepat-cepat kulepaskan mulutku dari k0ntolnya sehingga spermanya menSilviaprot di luar mulut.

Namun setelah berlangsung 2-3 minggu, suatu saat ia sengaja tdk ngomong, malah menekan kepalaku lalu menSilviaprotkan spermanya banyak-banyak di mulutku sampai aku muntah-muntah. Hueekk..! Jijik sekali rasanya ketika cairan kental putih asin agak amis itu menSilviaprot tenggorokanku. Ia memang minta maaf karena hal ini, tp aku sempat mogok beberapa hari dan tak mau mengoralnya lagi karena marah.

Namun hatiku jadi tak tega ketika ia dgn memelas memintaku mengoralnya lagi karena sudah beberapa bulan ini tak sempat pulang menjenguk Istrinya. Anehnya, ketika setiap hendak keluar sperma ia ngomong, aku justru tdk melepaskan zakarnya dari kulumanku dan menerima semprotan sperma itu. Lama-lama ternyata tdk menjijikkan lagi.

Demikianlah akhirnya aku semakin lihai mengoralnya. Sudah tak terhitung berapa banyak spermanya kutelan, memasuki perutku tanpa kurasakan lagi. Asin-asin kental seperti fla agar-agar. Akibat lain, aku semakin terbiasa tidur dipeluk Pak S. Bagaimana lagi, setelah capai mengoralnya aku jadi enggan turun dari ranjangnya utk kembali ke kamarku. Mataku pasti lalu mengantuk, dan lagi, toh ia tak akan memperkosaku. Maka begitu acara oral selesai kami tidur berdampingan. Ia telanjang, aku pakai daster, dan kami tidur dlm satu selimut.

Tangannya yg kekar memelukku. Mula-mula aku takut juga tp lama-lama tangan itu seperti melindungiku juga. Sehingga kubiarkan ketika memelukku, bahkan akhir-akhir ini mulai meremasi tetek atau pantatku, sementara bibirnya menciumku. Sampai sebatas itu aku tak menolak, malah agak menikmati ketika ia menelentangkan tubuhku dan menindih dgn tubuh bugilnya.

“Oh, Silvia.. Aku nggak tahan, Silvia.. buka dastermu ya?” pintanya suatu malam ketika tubuhnya di atasku.
“Jangan pak,” tolakku halus.
“Kamu pakai beha dan CD saja, Silvia, gak bakal hamil. Rasanya pasti lebih nikmat..” rayunya sambil tangannya mulai mengkat dasterku ke atas.
“Jangan pak, nanti keterusan sy yg celaka. Begini saja sudah cukup pak..” rengekku.
“Coba dulu semalam ini saja, Silvia, kalau tdk nikmat besok tdk diulang lagi..” bujuknya sambil meneruskan menarik dasterku ke atas dan terus ke atas sampai melewati kepalaku sebelum aku sempat menolak lagi.
“Woow, tubuhmu bagus, Silvia,” pujinya melihat tubuh coklatku dgn beha nomor 36.
“Malu ah, Pak kalau diliatin terus,” kataku manja sambil menutup dgn selimut.

Tp sebelum selimut menutup tubuhku, Pak S sudah lebih dulu masuk ke dlm selimut itu lalu kembali menunggangi tubuhku. Bibirku langsung diserbunya. Lidahku dihisap, lama-lama akupun ikut membalasnya. Usai saling isep lidah. Lidahnya mulai menuruni leherku. Aku menggelinjang geli.

Lebih lagi sewaktu lidahnya menjilat-jilat pangkal buah dadaku sampai ke sela-sela tetekku hingga mendadak seperti gemas ia mengulum ujung behaku dan mengenyut-ngenyutnya bergantian kiri-kanan. Spontan aku merasakan sensasi rasa yg luar biasa nikmat. Refleks tanganku memeluk kepalanya. Sementara di bagian bawah aku merasa pahanya menyibakkan pahaku dan menekankan zakarnya tepat di atas CD-ku.

“Ugh.. aduuh.. nikmat sekali,” aku bergumam sambil menggelinjang menikmati cumbuannya.
Aku terlena dan entah kapan dilepasnya tahu-tahu buah dadaku sudah tak berbeha lagi. Pak S asyik mengenyut-ngenyut putingku sambil menggenjot-genjotkan zakarnya di atas CD-ku.
“Jangan buka CD sy, pak,” tolakku ketika merasakan tangannya sudah beraksi memasuki CDku dan hendak menariknya ke bawah.

Ia urungkan niatnya tp tetap saja dua belah tangannya parkir di pantatku dan meremas-remasnya. Aku merinding dan meremang dlm posisi kritis tp nikmat ini. Tubuh kekar Pak S benar-benar mendesak-desak syahwatku.

Jadilah semalaman itu kami tak tidur. Sibuk bergelut dan bila sudah tak tahan Pak Chandra meminta aku mengoralnya. Hampir subuh ketika kami kecapaian dan tidur berpelukan dgn tubuh bugil kecuali aku pakai CD. Aku harus mampu bertahan, tekadku. Pak S boleh melakukan apa saja pada tubuhku kecuali memerawaniku.

Tp tekad tinggal tekad. Setelah tiga hari kami bersetubuh dgn cara itu, pada malam keempat Pak S mengeluarkan jurusnya yg lebih hebat dgn menjilati seputar memekku meskipun masih ber-CD. Aku berkelojotan nikmat dan tak mampu menolak lagi ketika ia perlahan-lahan menggulung CD ku ke bawah dan melepas dari batang kakiku. Lidahnya menelusupi lubang V-ku membuatku bergetar-getar dan akhirnya orgasme berulang-ulang. Menjelang orgasme yg kesekian kali, sekonyong-konyong Pak Chandra menaikkan tubuhnya dan mengarahkan zakarnya ke lubang nikmatku. Aku yg masih belum sadar apa yg terjadi hanya merasakan lidahnya jadi bertambah panjang dan panjang sampai.. aduuhh.. menembus selaput daraku.

“Pak, jangan pak! Jangan!” Protesku sambil memukuli punggunya.

Tetapi pria ini begitu kuat. Sekali genjot masuklah seluruh zakarnya. Menghunjam dlm dan sejurus kemudian aku merasa memiawku dipompanya cepat sekali. Keluar masuk naik turun, tubuhku sampai tergial-gial, terangkat naik turun di atas ranjang pegas itu. Air mataku yg bercampur dgn rasa nikmat di memek sudah tak berarti. Akhirnya hilang sudah perawanku. Aku hanya bisa pasrah. Bahkan ikut menikmati persetubuhan itu.

Setelah kurenung-renungkan kemudian, ternyata selama ini aku telah diperkosa secara halus karena kebodohanku yg tdk menyadari muslihat lelaki. Sedikit demi sedikit aku digiring ke situasi dimana hubungan seks jadi tak sakral lagi, dan hanya mengejar kenikmatan demi kenikmatan. Hanya mencari orgasme dan ejakulasi, menebar air mani!

Hampir 2 tahun kami melakukannya setiap hari bisa dua atau tiga kali. Pak S benar-benar memanfaatkan tubuhku utk menyalurkan kekuatan nafsu seksnya yg gila-gilaan, tak kenal lelah, pagi (bangun tidur), siang (kalau dia istirahat makan di rumah) sampai malam hari sebelum tidur (bisa semalam sutk).

Bahkan pernah ketika dia libur 3 hari, kami tdk beranjak dari ranjang kecuali utk makan dan mandi. Aku digempur habis-habisan sampai tiga hari berikutnya tak bisa bangun karena rasa perih di V-ku. Aku diberinya pil kb supaya tdk hamil. Dan tentu saja banyak uang, cukup utk menyekolahkan adik-adikku.

Sampai akhirnya habislah proyeknya dan ia harus pulang ke kota asalnya. Aku tak mau dibawanya karena terlalu jauh dari orang tuaku. Ia janji akan tetap mengirimi aku uang, namun janji itu hanya ditepatinya beberapa bulan. Setelah itu berhenti sama sekali dan putuslah komunikasi kami. Rumahnya pun aku tak pernah tahu dan akupun kembali ke desa dgn hati masygul.


No comments:

Powered by Blogger.