Di Perkosa Supir Kurang Ajar Di Dapur
Di Perkosa Supir Kurang Ajar Di Dapur |
Asikqq - Namaku Winda berumur 25 tahun, aku dilahirkan dalam lingkungan keluarga yang cukup mapan. Karena itu aku terbiasa berhias dan menikmati kehidupan yang lumayan mewah. Kulitku putih dan orang bilang tubuhku cukup ideal. Aku telah berumah tangga, Sandi suamiku mempunyai perusahaan yang bergerak di bidang eksport import.
Saat ini dia sedang tidak berada di rumah. Dia pergi keluar kota selama kurang lebih sebulan untuk mengurus keperluan bisnisnya. Aku terbiasa ditinggal sendiri di dalam rumah mewahku.
Tapi sebulan yang lalu dia pulang membawa seseorang yang akan dijadikan sopir di rumahku. disinilah awal mula kisah tragis aku diperkosa oleh supir suamiku. Dia adalah Martin, seorang pria berumur kurang lebih 40 tahunan. Rambutnya botak kulitnya hitam dan wajahnya terlihat buruk keras.
Suamiku yang mempekerjakannya sebagai sopir kami sebagai balas jasa telah menyelamatkan suamiku dari ancaman perampokan di jalan raya. Meskipun aku kadang-kadang ketakutan melihat matanya yang jelalatan melihatku, tapi aku menghormati keputusan suamiku. Dia memang pintar mengemudi mobil dan mengetahui seluk-beluk kota Jakarta. Seringkali Aku belanja ke Mall hanya diantar oleh Martin karena suamiku betul-betul sangat sibuk.
Suatu hari ketika aku sedang memasak didapur, tiba-tiba aku dikejutkan dengan kehadiran Martin yang menatapku dengan jelalatan.
“Oh Pak Martin…. kaget saya melihat bapak tiba-tiba sudah ada disini.” Aku memanggilnya dengan sebutan bapak karena dia lebih tua dariku.
“Maaf nyonya kalau saya ternyata mengagetkan …..”. Dia menjawab tapi tatapan matanya tidak berhenti menatap dadaku. Aku sedikit risih dengan tatapannya, lalu aku pura-pura menyibukkan diri memasak kembali. Martin masih diam saja di dapur menatap bagian belakang tubuhku.
“Ada keperluan apa bapak ke dapur.” Akhirnya aku bertanya setelah sekian lama mendiamkannya.
“Nyonya sangat cantik sekali…..dan seksi” Martin menjawab. Aku terkejut dengan jawabannya itu. Jantungku berpacu semakin cepat, aku mulai was-was.
“Jangan-jangan….ah, tidak mungkin…. Semoga dia cuma berkata sebenarnya, hanya caranya mengungkapkan seperti orang yang terbiasa hidup di jalanan. Tanpa basa-basi.” Aku berusaha menenangkan deburan jantungku.
“Terima kasih…..” aku menjawab dengan sedikit gemetar.
“Sebenarnya Nyonya sangat menggairahkan, setiap kali saya di dekat Nyonya pasti “adik” saya terbangun. Saya masih yakin dapat memuaskan Nyonya.” Martin berkata tanpa basa-basi.
Deg…. Dugaanku ternyata benar, aku takut sekaligus marah dengan Martin. Aku menghadapnya dengan mengacungkan pisau dapur yang sedang kupakai.
Hei Martin, jangan kurang ajar terhadapku. Ingat aku adalah majikanmu. Aku bisa memecatmu sekarang juga karena kelakuanmu yang tidak sopan terhadapku. Selama ini aku menerimamu karena menghormati suamiku.” Aku membentak tanpa menghiraukan usianya yang lebih tua dariku.
Tanpa-diduga-duga dia memelintir tanganku yang memegang pisau sehingga pisau itu terlempar. Aku mengaduh kesakitan. Tapi tangan kirinya telah memelukku dengan erat. Aku tidak bisa bergerak sama sekali, karena himpitan tenaganya yang kuat.
“Kamu kira aku bisa ditakuti dengan mainan seperti itu…. hah.” Dia sekarang menelikung tanganku dan mendekapkan badanku ke badannya. Aku gemetar ketakutan dan tidak terpikir untuk berteriak saking gugupnya.
“Aku memang mengincarmu dari dulu, karena itu mengatur siasat agar dia dirampok oleh kawan-kawanku. Aku pura-pura datang menolongnya. Sekarang kalau kau berani melawan, maka kau akan tahu akibatnya. Kau dan suamimu bisa kubunuh kapan saja bila kau coba-coba melapor pada pihak yang berwajib. Aku punya banyak kawan preman di jalanan yang bisa dengan mudah kuperintahkan.” Martin mengancamku. Aku semakin ketakutan, hilanglah sudah harapanku.
“Aku akan melepaskan pelukanku kalau kau mengerti kondisimu saat ini.” Martin meneruskan. Aku hanya diam menggigil ketakutan dan mengangguk. Dia menyeringai dan melepaskan pelukannya.
Aku langsung terduduk di lantai dan menangis. Martin tertawa penuh kemenangan. Sedangkan hatiku sangat kalut. Martin bisa melakukan apa saja terhadapku. Kalau aku melaporkan dia pada Polisi maka jiwaku dan suamiku akan terancam.
“Kamu tidak perlu menangis… karena aku akan memberikan kepuasan batin yang tak terhingga kepadamu. Aku tahu kebutuhan batinku sangat kurang karena suamimu jarang berada di rumah. Kamu sangat kesepian kan?. Pikirkan saja bahwa suamimu tidak ada disini sedangkan kau merasa sangat kesepian, siapa yang salah sekarang….” Martin berkata dengan tenangnya.
Sambil duduk Martin membuka resluiting celananya. Kemaluannya tampak telah membesar dan kini tepat mengarah di depan wajahku. Akupun kembali membuang muka sambil memejamkan mata. Martin mulai memaksa untuk mengoral batang kejantanannya. Tangannya keras segera meraih kepalaku dan wajahnya ke depan kemaluannya. Setelah itu kemudian Martin memaksakan batang kejantanannya masuk ke dalam mulutku hingga sampai pangkal penis dan sepasang buah zakar bergelantungan di depan bibirku.
Dengan agak terpaksa aku membuka mulutku dan mulai menciumi penis Martin, sebenarnya ukuran penis Martin hampir sama dengan milik suamiku tetapi punya Martin sedikit lebih panjang dan agak membesar di bagian kepalanya. Akhirnya perlahan aku mulai menjilati dan mengulum penis itu.
“Ohh.. Nikmat sekali sayaang, kau memang pintar”
Martin mengerang sambil meremas rambutku lalu ia mendorong dan menarik penisnya di mulutku. Aku terus mengutuk diriku yang rela memberikan sesuatu yang lebih pada orang lain daripada untuk suamiku karena selama ini aku selalu menolak kalau Mas Sandi minta untuk memasukan penisnya ke mulutku.
Aku gelagapan karena mulutku kini disumpal oleh kemaluan Martin yang besar itu. Martin mulai mengocokkan batang penisnya dimulutku yang megap-megap karena kekurangan Oksigen. Dipompanya kemaluannya keluar masuk dengan cepat hingga buah zakarnya terasa memukul-mukul daguku. Tak terasa air mataku mengalir deras, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa….
Bunyi berkecipak karena gesekan bibirku dan batang penis yang sedang dikulum tidak dapat dihindarkan lagi. Hal ini membuat Martin makin bernafsu dan makin mempercepat gerakan pinggulnya yang tepat berada di depan wajahku. Batang penisnya juga semakin cepat keluar
masuk di mulutku, dan sesekali membuatku tersedak dan ingin muntah.
Lama sekali rasanya batang penis Martin kukulum dan membuatku makin lemas dan pucat. Akhirnya tubuh Martin pun mengejan keras dan Martin menumpahkan spermanya di rongga mulutku. Hal ini membuatku tersentak dan kaget, ingin memuntahkannya keluar namun pegangan tangan Martin di kepalaku sangat keras sekali, sehingga dengan terpaksa aku menelan sebagian besar sperma itu.
“Aaah..,” Martin pun mendesah.
“Akhirnya aku bisa menikmati mulutmu yang indah sayang……..” Terasa sakit rasanya hatiku. Aku seperti wanita yang tidak berharga dan bisa dipermainkan oleh siapa saja. Aku hanya bisa menangis tanpa bisa melawan.
“Ayo ikut aku…..” Martin kemudian menarik tanganku dengan kasar. Dengan setengah menyeretku dia membawaku ke kamar tidurku. Didorongnya tubuhku ke atas ranjangku yang empuk.
“Hmm. Kamar yang bagus dan wangi…. Cocok untuk kita saling melepas hasrat yang sangat nikmat.” Martin mengagumi kamar tidurku yang luas dan bersih. Aku tetap berbaring telungkup dengan menangis. Sia-sia saja aku walaupun berteriak, tidak ada tetangga yang akan mendengarku. Hidup di Jakarta kadang-kadang tidak memperdulikan penderitaan tetanga. Yang paling parah, Martin bisa mencelakakanku, yang paling kutakuti sebenarnya kalau dia sampai mencelakakan suamiku.
“Hei… jangan diam saja. Bangun sini.” Martin membentakku. Aku lalu bangun mendekatinya. Dia menyeringai dan berkata. “Lepaskan seluruh pakaianmu dan menarilah.”
“Gila… apakah aku disuruh berstriptease dihadapannya. Terhadap suamiku pun aku belum pernah melakukannya.” Aku semakin gemetar….
“Tolong, jangan lakukan ini kepada kami….. kalau pak Martin perlu uang nanti kami beri sesuai permintaan bapak.” Aku memberanikan diri menolak kemauannya dengan suara yang bergetar.
“Jangan menolak, atau aku telpon temanku sekarang juga untuk mengurus suamimu. Tapi kalau kau memberikan layanan terbaikmu, maka kau jamin dirimu dan suamimu tidak akan binasa. Rahasia diantara kita tidak akan diketahuinya dan kaupun dapat menikmati keperkasaanku. Ha.. ha.. ha..” Martin malah balik membentak.
Perlahan-lahan aku mulai melepaskan pakaian yang kupakai. Kubuka kancing bajuku satu persatu dengan tangan gemetar. Nafas Martin nampak sedikit tertahan tegang ketika aku membuka bra warna pink yang kupakai. Aku menggoyang-goyangkan pantatku perlahan-lahan sambil membuka celana dalam yang merupakan bagian terakhir perlengkapan pakaianku. Aku menutupi payudaraku dan bagian kewanitaanku dengan kedua belah tanganku sebisa mungkin. Hatiku makin tidak karuan.
Mata Martin semakin beringas “Beruntung sekali aku mendapatkanmu……. Tubuhmu yang putih mulus dan kencang sungguh luar biasa indahnya. Mari sini sayang.” Martin menarik tanganku dan membaringkanku telentang. Dia dengan tergesa-gesa melepaskan pakaiannya. Badannya yang hitam menandakan dia terbiasa bekerja di bawah terik matahari. Terlihat beberapa tatto di badannya. Selama ini aku tidak pernah melihat dia mempunyai tatto. Kepalaku terasa berkunang-kunang, rasanya aku hampir tidak sanggup menahan peristiwa ini.
Martin perlahan-lahan mendekati aku yang tergolek lemas ditempat tidurku. Diambang kesadaran kurasakan sesuatu yang basah merayap menelusuri kakiku dan terus beranjak naik menuju pahaku, tanganku berusaha mencari tahu apa sebenarnya yang menelusuri kaki dan pahaku.
“Oh.. Martin.. apa yang Bapak lakukan..” aku tersentak kaget ketika kudapati ternyata lidah Martin menempel di belahan pahaku.
“Tenanglah.. nikmati saja..”, aku berontak, aku tak bisa membiarkan kekurang ajaran orang ini, aku harus bisa melepaskan diri dari bajingan ini, tapi tak berdaya aku melakukan semua itu, tubuhku lemas, akan tetapi terasa dorongan hasrat menjalari seluruh tubuhku yang memang jarang mendapatkannya dari suamiku.
“Bajingan kau.. lepaskan!, aku ini majikanmu.” Kali ini timbul perasaan nekatku yang tadi dihimpit ketakutan.
“Kurang ajar.. Bajingan.. lepaskan..!” kembali aku berteriak sambil berusaha menendang, tapi lagi-lagi aku begitu lemah dan tiba-tiba saja lidah Martin yang basah menyeruak menyapu organ tubuhku yang paling sensitif.
“Akhh..” Oh.. Tuhan nikmat sekali rasanya lidah orang ini, tubuhku mengejang, lama lidah Martin bermain dengan Vaginaku dan sesekali ia menyentuh dan menggigit clitorisku yang mulai mengembang dan mengeras. Cairan vaginaku mulai keluar meleleh berbaur dengan air liur Martin yang masih saja menusukan lidahnya ke vaginaku.
Tiba-tiba tubuhku kembali menegang, dan kurasakan sesuatu menjalar diseluruh tubuhku dan seakan berkumpul dirahimku lalu..
“Ohh.. hh.. Akh..” erangan panjang dari mulutku mengiringi semprotan cairan hangat yang keluar dari dalam liang vaginaku dan membasahi mulut Martin. Ohh.. aku orgasme dengan orang selain suamiku dan hendak memperkosaku dengan biadab, tapi rasanya nikmat sekali orgasmeku dari Martin ini dan aku selalu menginginkan lebih dari itu. Kini tubuhku benar-benar lemas sambil kedua pahaku tetap menghimpit kepala Martin dengan nafas yang terengah-engah.
Di Perkosa Supir Kurang Ajar Di Dapur
Perlahan Martin melepaskan kepalanya dari selangkanganku dan merayap keatas tubuhku yang masih belum bisa membuka mataku.
“Apa kubilang.. nikmat kan?” Martin berbisik ditelingaku.
“Ja.. hh.. jangan Pak sudah..” sebentar Martin menghentikan aksinya mungkin untuk memberiku kesempatan mengumpulkan tenaga kembali.
“Nyonya tahu kalau saya udah jatuh cinta saat pertama melihat nyonya, jadi nikmati saja tanda cinta dari saya.
“Tidak Pak.. jangan..” setengah menangis aku memelas agar ia mau melepaskanku dari nafsu bejatnya.
“Pak Sandi sangat beruntung memiliki nyonya.., cantik dan bertubuh idaman lelaki..”
Dengan lembut ia mencium keningku, hidungku, pipiku dan sambil menghembuskan nafasnya ia mencium telingaku membuat gairah dalam tubuhku kembali berkobar dan seluruh bulu-bulu halus di tubuhku berdiri.
“Bibir nyonya indah..” itu yang terdengar sebelum ia melumat kedua belah bibir sensualku, aku berusaha menghindar tapi nikmat sekali rasanya.
Perlahan aku mulai membalas dengan membuka bibirku membiarkan lidah Martin menyeruak masuk kedalam mulutku. Ia melepaskan ciumannya lalu bergerak menelusuri leherku dan menggigit puting susuku.
“Susu nyonya sungguh menggairahkan.. indah sekali sayang..”
Ia mengulum dan membenamkan wajahnya di belahan dadaku. aku menggelinjang dan hasratku lebih berkobar akhirnya kudekap tubuh yang menindih diatasku, oh.. Tuhan ia sudah telanjang bulat, kurasakan belahan pantatnya di kedua tanganku. Lama ia menelusuri dan meremas payudaraku.
“Jangan.. Pak.. aku mohon jangan.. aku nggak mau menghianati suamiku….!” untuk kesekian kalinya aku memelas sambil berusaha merapatkan kedua kakiku dan mendorong tubuh Martin agar menjauh dariku.
Tanpa mempedulikan rintihanku Martin bergerak berusaha membuka kakiku dan menempatkan tubuhnya diantara kedua kakiku. Dengan reflek kedua tanganku bergerak menutupi selangkanganku, tapi kembali tangan Martin menarik kedua tangan ku dan membawanya keatas kepalaku. Langsung saja ia menyapu kedua ketiakku yang mulus tanpa bulu dengan lidahnya, kembali akupun merasakan sensasi kenikmatan sebagai akibat sapuan lidahnya yang basah itu.
“Ohh..” tubuhku bergetar sesuatu yang keras berusaha menyeruak masuk lubang kenikmatanku, dan perlahan benda itu mulai tenggelam dalam selangkanganku. Aku mendongak, mataku terpejam merasakan sensasi kenikmatan yang tiada taranya dan diakhiri dengan satu sodokan kuat akhirnya amblaslah seluruh penis Martin kedalam liang vaginaku.
Tubuhku terasa penuh seakan benda itu menancap tepat di rahimku, hilanglah sudah pertahanan terakhir kesucian rumah tanggaku. Tanganku mencengkram erat tubuh Martin dan menancapkan kuku-kukuku di pundaknya, perlahan tetes air mata mengalir disudut mataku yang terpejam. Lalu Martin mulai menggerakan pantatnya dan mulai mengobok-obok isi liang vaginaku.
“Ohh.. Nyonya.. nikmat sekali.. Kau.. kau.. begitu rapat..” Martin terus mengocok vaginaku maju dan mundur dan akupun semakin menikmatinya, hilang rasanya rasa pedih dihatiku terobati dengan kenikmatan yang tiada taranya. Mulutku mulai meracau mengeluarkan desahan dan ocehan.
“Akhh.. Pak.. Aduuh.. ohh..” lama Martin memacu birahinya dan akupun mengimbanginya dengan menggelora, sampai akhirnya kembali aku mengejang dan sambil memeluk erat tubuh Martin aku kembali menyemprotkan cairan yang meledak dalam rahimku, aku orgasme untuk yang kedua dari Martin. Untuk beberapa saat Martin menghentikan gerakannya dan memeluk erat tubuhku sambil melumat bibirku. Aku benar-benar menikmati orgasme yang kedua ini, mataku terpejam sambil kulingkarkan kedua kakiku ke pinggang Martin.
Tak berapa lama kemudian Martin mencabut penisnya yang masih mengacung kokoh dari dalam rahimku.
“Oh..” ada sesuatu yang hilang rasanya dari tubuhku.
Perlahan ia bergerak menyamping dan membalikan tubuhku, kali ini aku pasrah dan lemah tak berdaya hanya menurut saja. Kembali ia menaiki tubuhku, kali ini dari belakang dan mulai menusuk-nusukan penisnya ke pantatku. Akupun menyambut sodokan benda tumpul itu dengan sedikit membuka kakiku dan mengangkat pantat kenyalku, cairan yang keluar dari rahimku mempermudah masuknya senjata Martin melalui jalan belakang dan kembali menancap di vaginaku. ia bergerak sambil kedua tangannya meremas payudaraku dari belakang dan menggenjotkan pantatnya menghantam liang vaginaku
Gesekan demi gesekan kurasakan semakin nikmat menyentuh kulit halus liang vaginaku, tanganku mencengkram erat seprei tempat tidurku yang acak-acakan.
“Ohh.. Nyonya.. Nikmat sekali.. Ohh..”
Martin benar-benar hebat, ia bisa bertahan lama menggauliku dengan berbagai posisi, sedangkan akupun semakin gila saja meladeni nafsu setan Martin. Untuk ketiga kalinya aku mencapai klimaks sedangkan Martin mesih saja berpacu diatas tubuhku. Sekarang pasisi tubuhku duduk dipangkuan laki-laki ini sambil mendekap dengan kepala mendongak kebelakang, leluasa ia mencumbu leherku yang mulai sudah basah dengan keringat yang keluar dari seluruh pori-pori tubuhku.
Seakan tak pernah puas terus saja ia mengulum dan menjilati kedua payudaraku, kurasakan penis Martin menghujam telak keliang senggamaku yang mendudukinya. Kocokan demi kocokan yang semakin gaencar kurasakan menggesek kulit vaginaku sebelah dalam, erangan dan cengkraman menghiasi gerakannya. Kali ini aku benar-benar melepaskan seluruh hasratku yang selama ini terpendam, aku tak mempedulikan lagi siapa laki-laki yang menyetubuhiku, yang jelas aku ingin terpuaskan.
Lama posisi duduk itu berlangsung sampai akhirnya tubuh Martin semakin gencar menyodok vaginaku, gerakannya semakin cepat. Martin menghempaskan tubuhku kembali terlentang ditempat tidur, tubuhnya mengejang dan memeluk rapat tubuhku sampai aku hampir tak bisa bernafas. Lalu kurasakan semburan hangat dengan kencang membentur dinding rahimku.
“Akhh..” Martin mengerang panjang sambil menekan pantatnya kebawah dengan keras, kucengkram dan kembali kulingkarkan kakiku kepinggangnya dan akupun melepaskan sisa orgasme yang masih tersisa ditubuhku. Untuk orgasme yang terakhir ini kami berlangsung hampir bersamaan, akhirnya dengan terkulai lemah tubuh Martin roboh menindih tubuhku yang lemas pula. Lama kami terdiam merasakan sisa kenikmatan itu dan akhirnya Martin mulai beringsut menjauh dari tubuhku.
“Terima kasih Nyonya sayang..” setengah sadar dan tidak kudengar Martin membisikan kata-kata itu sambil mengecup keningku. Lalu ia berdiri mematung di samping tempat tidur. Aku tidak tahu kapan ia pergi karena setelah itu aku tertidur karena lelah dan kantuk yang menyerangku tanpa mempedulikan keadaan kamar tidurku yang acak-acakan.
No comments: