Ada Tonjolan Di Balik Celana Sepupuku
Kenalin nama gue Thani kelas 2 SMA gue perempuan yg mudah terangsang atau sange kalau melihat cowok yg tampan, ceritanya begini saat dirumah sepi karena ayah dan ibuku sedang mengurusi kegiatan pilkada biasanya dirumah sangat ramai selain ada gue ada juga adikku dan ponakan yg masih SMP dan seorang pembantu.
Adik dan pembantu juga ikut dalam kegiatan tersebut, jadi di rumah hanya ada gue dan ponakanku namanya Dhimas, gue gak bisa ikut lantaran nanti siang gue ada kegiatan di luar sekolah jadi gue izin pada mama untuk gak ikut, kalau antara gue dan Dhimas sudah sangat akrab karena sejak kecil dia tinggal di rumahku, gue dan dia sering bercandaan.
Senin itu, badan gue pegal sekali, selesai ngepel dan membersihkan rumah. Dan seperti biasa gue kepingin dipijitin. Biasanya sih oleh ibu, dan Dhimas juga, habis dari kecil gue sudah biasa menyuruh dia.
Karena agak pegal, gue panggil saja Dhimas untuk mijitin, Dhimas nurut saja. Gue langsung berbaring telungkup di karpet depan TV, dan Dhimas mulai memijit tubuhku. Asyik juga dipijit oleh Dhimas, tangannya keras sekali, punggungku jadi fresh lagi.
“Duh, Dhim.., mijitnya yg lurus dong, jangan miring kiri miring kanan..”, kata gue.
“Abis, posisinya nggak bagus kak”, jawabnya.
“Kmu dudukin aja paha Kak Thani, seperti biasa..”.
“Tapi.., kak..”.
“Alah.., nggak usah tapi.., biasanya kan juga begitu.., ayo..”, Gue tarik tangan Dhimas memaksanya untuk duduk di paha gue, seperti kalau dia memijit gue pada waktu-waktu kemarin.
Dhimas akhirnya mau, duduk dan menjadikan kedua paha gue dekat pantat sebagai bangkunya, dan mulai lagi ia memijit sekujur punggungku. Tapi, pijitan agak lain, makin lama makin gue rasakan tangannya agak gemetaran dan nafasnya agak ngos-ngosan.
“Kmu kenapa Dhim, capek atau sakit..?”, tanya gue.
“Tdk, tdk apa-apa kak”, jawabnya. Akan tetapi duduknya mulai tdk karuan, geser kiri dan kanan, sementara pantatnya seperti tdk mau dirapatkan di paha gue, agak terangkat.
Akhirnya, gue menyuruhnya pindah, dan gue bangun, lalu duduk mendekati, biasa bermaksud menggoda.
“Ayo.., kmu kenapa, ini pantatmu, selalu diangkat.., tdk biasanya”, sambil tanganku bermaksud mencubit pantatnya.
“Tdk, tdk apa-apa kak..”, jawabnya sambil menghindari cubitanku, malah tanganku tersenggol celana bagian selangkangannya yg seperti agak tertarik kain celananya dan agak menonjol, melihat itu timbul rasa isengku, karena memang gue dan Dhimas kalau main seperti anak-anak yg masih TK, asal ngawur saja.
“Loh.., itu apa di celanamu Dhim, kok nonjol begitu..” Mendengar itu Dhimas merah padam mukanya, lalu ia berdiri ingin lari menghindar dari gue, tapi segera kutarik tangannya untuk duduk, dan tanganku yg satu menggeraygi celananya memegangi dan meraba benjolan tersebut.
“Jangan Kak Thani, Dhimas malu..”, katanya. Dasar gue yg nakal, gue pelototin matanya, Dhimas langsung diam, dan tanganku leluasa memegang barang tersebut.
Penasaran, gue buka resliting celananya dan menarik keluar barangnya yg mengeras tersebut, dan astaga, ternyata kontol Dhimas sudah menegang.
Baru kali ini gue melihat kontol milik orang yg bukan anak-anak dan sudah disunat yg tegang dan keras serta panjang seprti itu. Sementara Dhimas diam saja, kepalanya hanya menunduk, mungkin malu atau bagaimana gue tdk tahu.
Gue acuh saja, perlahan-lahan, kuelus-elus kontol Dhimas, smakin mengeras kontolnya hingga urat-uratnya seperti mau keluar. Kudengar Dhimas mendesah tertahan. Lalu kuurut-urut sambil kupijit kepala kontolnya yg merah itu, Dhimas makin mendesah, “Ah.., ah..”
Kugenggam erat kontol Dhimas dan kukocok-kocok dengan perlahan, smakin lama smakin kencang. Badan Dhimas ikut menegang, sambil kepalanya terangkat ke atas menatap langit, mulutnya terbuka, dia mulai agak mengerang, “Achh..”.
Smakin kencang kontol Dhimas kukocok, smakin menggeliat badan Dhimas membuat gue tersenyum geli melihatnya. Sampai erangan Dhimas makin mengeras, “Ach.., achh..”. Dan badannya makin menggeliat, hingga mungkin tdk tahan.., ia lalu memelukku erat.
Mulanya gue kaget akan reaksinya, tapi gue biarkan saja, karena keasyikan mengocok kontol Dhimas. Rupanya Dhimas sudah smakin menggeliat, hingga tangannya entah sadar atau tdk ikut menggeliat juga, meraba badanku dan toketku.
Maniakqq - “He Dhimas.., kenapa..” tegurku, sambil tetap mengocok kontol Dhimas, “Achh.., achh..” Hanya itu yg Dhimas bilang, sementara tangannya meremas-remas toketku, dan remasannya yg kuat membuatku merasakan sesuatu yg lain, hingga gue biarkan saja Dhimas meremas toketku, dan Dhimas lalu menyingkap baju kaos yg kupakai, hingga kelihatan BH-ku dan meremas toketku lagi hingga keluar dari BH-ku.
“Acchh.., acchh” erang Dhimas, gue mulai merasakan kenikmatan tersendiri pada saat toketku tdk terbungkus BH diremas oleh tangan Dhimas dengan kuat, sedangkan kontolnya tetap saja kukocok-kocok. Dan entah naluri apa yg ada pada Dhimas, hingga dia nekat menyosor toketku dan mengisap putingnya seperti anak bayi yg sedang menyusu.
“Aduh.., Dhimas.., aduhh” Hanya itu yg mampu kuucapkan, toketku mulai mengeras, keduanya diisap secara bergantian oleh Dhimas.
Gue juga mulai menggeliat, kutarik kepala Dhimas dari toketku, lalu kudekatkan ke wajahku, kucium bibirnya dengan nafsu yg muncul secara tiba-tiba, Dhimas balas mencium, bibir kami berdua saling memagut, lidah bertemu lidah saling mengadu dan menjilati satu sama lain.
Tangan Dhimas menggeraygi badanku, melepaskan baju dan BH-ku, hingga gue bugil sebatas dada. Kulepaskan juga baju yg dipakai Dhimas, dan kupelorotkan celananya, hingga Dhimas bugil tanpa sehelai benangpun, dan kembali kukocok kontolnya, sedangkan Dhimas kembali menyosor toketku yg sudah keras membukit.
Perlahan tangan Dhimas menelusuri rokku lalu menyelusup masuk ke dalam rokku, “Acchh.., Acchh”, Gue dan Dhimas terus mengerang dan menggelinjang. Tangan Dhimas menyelusup ke dalam CD-ku, lalu mengusap-ngusap memekku.
“Aduuhh.., Dhimas..” erangku, sementara jarinya mulai ia masukkan ke dalam memekku yg mulai kurasakan basah, dan Dhimas mempermainkan jarinya di dalam memekku.
“Acchh.., aduuhh.., acchh..”. Tak tahan lagi, Dhimas menarik lepas rok dan celana dalamku, hingga akhirnya gue kini telanjang bulat. Kemudian Dhimas mencium bibirku dan gue tetap mengocok kontolnya, sedangkan jarinya bermain dalam memekku.
“Acchh..” Hanya erangan tertahan karena tersumbat bibir Dhimas yg keluar dari mulutku. Kemudian Dhimas berhenti menciumku, lalu ia mengambil posisi menindih badanku, gue membiarkan saja apa yg akan Dhimas lakukan, karena kenikmatan itu sudah mulai terasa mengaliri pembuluh darahku. Dan, tiba-tiba gue rasakan sakit yg teramat sangat di selangkanganku.
“aacchh, Dhimas.., apa yg kau lakukan..”, tanya gue. Tapi terlambat, rupanya Dhimas sudah memasukkan batang kontolnya ke dalam memekku, dan seperti tdk mendengarkan pertanyaanku, Dhimas mulai mengoyg batang kontolnya naik turun dalam memekku yg smakin berlendir dan mulai terasa basah oleh aliran darah perawanku yg mengalir membasahi memekku.
“Acchh.., Dhimas.., aduuhh Dhimas..”, erangku.
Badanku smakin menggelinjang, kujepit badan Dhimas dengan kedua kakiku sementara tanganku memeluk erat dan menggoreskan kukuku di punggung Dhimas. Smakin kencang goygan kontol Dhimas dan smakin keras pula erangan kami berdua.
“Acch.., aduhh..” Hingga akhirnya kurasakan sesuatu yg sangat nikmat yg terdorong dari dalam.., dan erangan panjang gue dan Dhimas, “aahh”. Bersamaan semprotan mani Dhimas dalam memekku dan semburan maniku yg menciptakan kenikmatan yg tak pernah kurasakan dan kubaygkan sebelumnya.
Dhimas menarik keluar kontolnya, lalu berbaring di sampingku. Kami berdua saling bertatapan, seperti ada penyesalan tentang apa yg telah terjadi, akan tetapi rupanya nafsu kami berdua lebih kuat lagi. Kuraih kembali dan kudekatkan wajahku ke wajah Dhimas, kami lalu berciuman lagi dan saling melumat,
Kemudian kupegang erat kontol Dhimas, sehingga kembali menegang dan kembali lagi kami melakukan hubungan badan tersebut hingga beberapa kali.
Hingga hari ini gue dan Dhimas, bila ada kesempatan masih mencuri waktu dan tempat untuk melakukan hubungan badan, karena mengejar kenikmatan yg tiada taranya, kadang di kamarku, di kamar Dhimas, ataupun di dalam kamar mandi.
Adik dan pembantu juga ikut dalam kegiatan tersebut, jadi di rumah hanya ada gue dan ponakanku namanya Dhimas, gue gak bisa ikut lantaran nanti siang gue ada kegiatan di luar sekolah jadi gue izin pada mama untuk gak ikut, kalau antara gue dan Dhimas sudah sangat akrab karena sejak kecil dia tinggal di rumahku, gue dan dia sering bercandaan.
Senin itu, badan gue pegal sekali, selesai ngepel dan membersihkan rumah. Dan seperti biasa gue kepingin dipijitin. Biasanya sih oleh ibu, dan Dhimas juga, habis dari kecil gue sudah biasa menyuruh dia.
Karena agak pegal, gue panggil saja Dhimas untuk mijitin, Dhimas nurut saja. Gue langsung berbaring telungkup di karpet depan TV, dan Dhimas mulai memijit tubuhku. Asyik juga dipijit oleh Dhimas, tangannya keras sekali, punggungku jadi fresh lagi.
“Duh, Dhim.., mijitnya yg lurus dong, jangan miring kiri miring kanan..”, kata gue.
“Abis, posisinya nggak bagus kak”, jawabnya.
“Kmu dudukin aja paha Kak Thani, seperti biasa..”.
“Tapi.., kak..”.
“Alah.., nggak usah tapi.., biasanya kan juga begitu.., ayo..”, Gue tarik tangan Dhimas memaksanya untuk duduk di paha gue, seperti kalau dia memijit gue pada waktu-waktu kemarin.
Dhimas akhirnya mau, duduk dan menjadikan kedua paha gue dekat pantat sebagai bangkunya, dan mulai lagi ia memijit sekujur punggungku. Tapi, pijitan agak lain, makin lama makin gue rasakan tangannya agak gemetaran dan nafasnya agak ngos-ngosan.
“Kmu kenapa Dhim, capek atau sakit..?”, tanya gue.
“Tdk, tdk apa-apa kak”, jawabnya. Akan tetapi duduknya mulai tdk karuan, geser kiri dan kanan, sementara pantatnya seperti tdk mau dirapatkan di paha gue, agak terangkat.
Akhirnya, gue menyuruhnya pindah, dan gue bangun, lalu duduk mendekati, biasa bermaksud menggoda.
“Ayo.., kmu kenapa, ini pantatmu, selalu diangkat.., tdk biasanya”, sambil tanganku bermaksud mencubit pantatnya.
“Tdk, tdk apa-apa kak..”, jawabnya sambil menghindari cubitanku, malah tanganku tersenggol celana bagian selangkangannya yg seperti agak tertarik kain celananya dan agak menonjol, melihat itu timbul rasa isengku, karena memang gue dan Dhimas kalau main seperti anak-anak yg masih TK, asal ngawur saja.
“Loh.., itu apa di celanamu Dhim, kok nonjol begitu..” Mendengar itu Dhimas merah padam mukanya, lalu ia berdiri ingin lari menghindar dari gue, tapi segera kutarik tangannya untuk duduk, dan tanganku yg satu menggeraygi celananya memegangi dan meraba benjolan tersebut.
“Jangan Kak Thani, Dhimas malu..”, katanya. Dasar gue yg nakal, gue pelototin matanya, Dhimas langsung diam, dan tanganku leluasa memegang barang tersebut.
Ada Tonjolan Di Balik Celana Sepupuku |
Penasaran, gue buka resliting celananya dan menarik keluar barangnya yg mengeras tersebut, dan astaga, ternyata kontol Dhimas sudah menegang.
Baru kali ini gue melihat kontol milik orang yg bukan anak-anak dan sudah disunat yg tegang dan keras serta panjang seprti itu. Sementara Dhimas diam saja, kepalanya hanya menunduk, mungkin malu atau bagaimana gue tdk tahu.
Gue acuh saja, perlahan-lahan, kuelus-elus kontol Dhimas, smakin mengeras kontolnya hingga urat-uratnya seperti mau keluar. Kudengar Dhimas mendesah tertahan. Lalu kuurut-urut sambil kupijit kepala kontolnya yg merah itu, Dhimas makin mendesah, “Ah.., ah..”
Kugenggam erat kontol Dhimas dan kukocok-kocok dengan perlahan, smakin lama smakin kencang. Badan Dhimas ikut menegang, sambil kepalanya terangkat ke atas menatap langit, mulutnya terbuka, dia mulai agak mengerang, “Achh..”.
Smakin kencang kontol Dhimas kukocok, smakin menggeliat badan Dhimas membuat gue tersenyum geli melihatnya. Sampai erangan Dhimas makin mengeras, “Ach.., achh..”. Dan badannya makin menggeliat, hingga mungkin tdk tahan.., ia lalu memelukku erat.
Mulanya gue kaget akan reaksinya, tapi gue biarkan saja, karena keasyikan mengocok kontol Dhimas. Rupanya Dhimas sudah smakin menggeliat, hingga tangannya entah sadar atau tdk ikut menggeliat juga, meraba badanku dan toketku.
Ada Tonjolan Di Balik Celana Sepupuku
Ada Tonjolan Di Balik Celana Sepupuku |
Maniakqq - “He Dhimas.., kenapa..” tegurku, sambil tetap mengocok kontol Dhimas, “Achh.., achh..” Hanya itu yg Dhimas bilang, sementara tangannya meremas-remas toketku, dan remasannya yg kuat membuatku merasakan sesuatu yg lain, hingga gue biarkan saja Dhimas meremas toketku, dan Dhimas lalu menyingkap baju kaos yg kupakai, hingga kelihatan BH-ku dan meremas toketku lagi hingga keluar dari BH-ku.
“Acchh.., acchh” erang Dhimas, gue mulai merasakan kenikmatan tersendiri pada saat toketku tdk terbungkus BH diremas oleh tangan Dhimas dengan kuat, sedangkan kontolnya tetap saja kukocok-kocok. Dan entah naluri apa yg ada pada Dhimas, hingga dia nekat menyosor toketku dan mengisap putingnya seperti anak bayi yg sedang menyusu.
“Aduh.., Dhimas.., aduhh” Hanya itu yg mampu kuucapkan, toketku mulai mengeras, keduanya diisap secara bergantian oleh Dhimas.
Gue juga mulai menggeliat, kutarik kepala Dhimas dari toketku, lalu kudekatkan ke wajahku, kucium bibirnya dengan nafsu yg muncul secara tiba-tiba, Dhimas balas mencium, bibir kami berdua saling memagut, lidah bertemu lidah saling mengadu dan menjilati satu sama lain.
Tangan Dhimas menggeraygi badanku, melepaskan baju dan BH-ku, hingga gue bugil sebatas dada. Kulepaskan juga baju yg dipakai Dhimas, dan kupelorotkan celananya, hingga Dhimas bugil tanpa sehelai benangpun, dan kembali kukocok kontolnya, sedangkan Dhimas kembali menyosor toketku yg sudah keras membukit.
Perlahan tangan Dhimas menelusuri rokku lalu menyelusup masuk ke dalam rokku, “Acchh.., Acchh”, Gue dan Dhimas terus mengerang dan menggelinjang. Tangan Dhimas menyelusup ke dalam CD-ku, lalu mengusap-ngusap memekku.
“Aduuhh.., Dhimas..” erangku, sementara jarinya mulai ia masukkan ke dalam memekku yg mulai kurasakan basah, dan Dhimas mempermainkan jarinya di dalam memekku.
“Acchh.., aduuhh.., acchh..”. Tak tahan lagi, Dhimas menarik lepas rok dan celana dalamku, hingga akhirnya gue kini telanjang bulat. Kemudian Dhimas mencium bibirku dan gue tetap mengocok kontolnya, sedangkan jarinya bermain dalam memekku.
“Acchh..” Hanya erangan tertahan karena tersumbat bibir Dhimas yg keluar dari mulutku. Kemudian Dhimas berhenti menciumku, lalu ia mengambil posisi menindih badanku, gue membiarkan saja apa yg akan Dhimas lakukan, karena kenikmatan itu sudah mulai terasa mengaliri pembuluh darahku. Dan, tiba-tiba gue rasakan sakit yg teramat sangat di selangkanganku.
“aacchh, Dhimas.., apa yg kau lakukan..”, tanya gue. Tapi terlambat, rupanya Dhimas sudah memasukkan batang kontolnya ke dalam memekku, dan seperti tdk mendengarkan pertanyaanku, Dhimas mulai mengoyg batang kontolnya naik turun dalam memekku yg smakin berlendir dan mulai terasa basah oleh aliran darah perawanku yg mengalir membasahi memekku.
“Acchh.., Dhimas.., aduuhh Dhimas..”, erangku.
Badanku smakin menggelinjang, kujepit badan Dhimas dengan kedua kakiku sementara tanganku memeluk erat dan menggoreskan kukuku di punggung Dhimas. Smakin kencang goygan kontol Dhimas dan smakin keras pula erangan kami berdua.
“Acch.., aduhh..” Hingga akhirnya kurasakan sesuatu yg sangat nikmat yg terdorong dari dalam.., dan erangan panjang gue dan Dhimas, “aahh”. Bersamaan semprotan mani Dhimas dalam memekku dan semburan maniku yg menciptakan kenikmatan yg tak pernah kurasakan dan kubaygkan sebelumnya.
Dhimas menarik keluar kontolnya, lalu berbaring di sampingku. Kami berdua saling bertatapan, seperti ada penyesalan tentang apa yg telah terjadi, akan tetapi rupanya nafsu kami berdua lebih kuat lagi. Kuraih kembali dan kudekatkan wajahku ke wajah Dhimas, kami lalu berciuman lagi dan saling melumat,
Kemudian kupegang erat kontol Dhimas, sehingga kembali menegang dan kembali lagi kami melakukan hubungan badan tersebut hingga beberapa kali.
Hingga hari ini gue dan Dhimas, bila ada kesempatan masih mencuri waktu dan tempat untuk melakukan hubungan badan, karena mengejar kenikmatan yg tiada taranya, kadang di kamarku, di kamar Dhimas, ataupun di dalam kamar mandi.
No comments: